‘Kitab Buughul Maram | Kitabul Jami’
Pembahasan 19 - Bab 02
‘Al-Birru Wa Ashshilah’ (Kebaikan dan Silaturahim)
Muqaddimah (Bagian 01)
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Ikhwan dan akhwat, kita masuk dalam bab yang baru,
setelah bab Adab, yaitu bab "Al-Birr wa Ash-Shilah" (berbuat kebaikan
dan menyambung silaturahmi)
Sebelum kita membahas hadits-hadits yang berkaitan
dengan silaturahmi, ada perkara yang perlu diingatkan.
- Perkara Pertama
Banyak orang yang salah menggunakan istilah yaitu
menggantikan istilah ziarah dengan silaturahmi. Seperti tatkala seorang hendak
mengunjungi saudara, teman atau ustadznya, dia mengatakan:
"Kita silaturahmi kepada ustadz."
"Kita silaturahmi ke rumah teman."
Padahal itu maknanya bukan silaturahmi.
Silaturahmi adalah menyambung kekerabatan, padahal
kita dengan teman atau ustadz tidak ada hubungan kekerabatan. Yang benar adalah
kita menziarahi ustadz atau menziarahi teman.
Kenapa demikian?
Karena Allah dan syari'at membedakan antara
"silaturahmi" (menyambung kekerabatan) dan "ziyaratul
ikhwan" (mengunjungi teman).
Antara silaturahmi dengan ziarah berbeda, pahalanya
juga berbeda, masing-masing memiliki kedudukan. Akan tetapi silaturahmi
memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada sekedar ziarah.
Istilah ini yang sering beredar di tanah air kita
yaitu mengganti istilah ziarah dengan silaturahim, padahal ini adalah salah dan
harus kita perbaiki.
Silaturahmi mendatangkan pahala-pahala yang istimewa
sebagaimana nanti akan dijelaskan dalam bab ini. Di antara pahala silaturahmi,
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَٱلَّذِينَ
يَصِلُونَ مَآ أَمَرَ الله بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ
"Dan orang-orang yang mereka menyambung apa yang
diperintahkan oleh Allah untuk menyambungnya (yaitu silaturahmi)." (QS
Ar-Ra'du : 21)
Setelah menyebutkan beberapa amalan, lalu Allah
mengatakan:
أُولَٰئِكَ
لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ (٢٢) جَنَّٰتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا (٢٣ (
"Bagi mereka kesudahan (tempat tinggal) yang terbaik,
(yaitu bagi mereka) Surga-surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya (surga-surga
tersebut). (QS Ar-Ra'du : 22-23)
Ini menunjukkan bahwasanya silaturahmi merupakan salah
satu amalan yang luar biasa yang menyebabkan seorang bisa masuk surga.
Dan terlalu banyak hadits yang berkaitan dengan
keutamaan silaturahmi, bagaimana keutamaan menyambung silaturahmi dengan ibu,
ayah, bibi, dan kerabat-kerabat lain secara umum.
Oleh karenanya jangan disamakan antara silaturahmi
dengan ziyārah ikhwan atau akhwat.
-Perkara Kedua
Apa makna ar-rahim (kerabat)?Kepada siapa kita harus
bersilaturahmi ?
Kalau kita perhatikan, yang namanya kerabat yaitu yang
kita silaturahmikan. Dan kerabat bisa kita klasifikasikan menjadi tiga :
1.Kerabat dari azhar (keluarga istri.)
Misal: ipar, mertua dan lain-lain.
2. Kerabat dari sepersusuan.
Misal: saudara sepersusuan, kakak sepersusuan, ibu
sepersusuan, adik sepersusuan, ayah sepersusuan dan lain-lain.
3. Kerabat dari nasab, yaitu yang punya hubungan darah.
Misal: saudara satu kakek, saudara satu ayah dan
lainnya.
Mana diantara Tiga Ini Yang Kita Harus Ber-Silaturahmi
?
- Pertama:
Adapun menyambung (berbuat baik) kepada kerabat istri
maka tidak dinamakan dengan silaturahmi.
Tetapi kita dianjurkan berbuat baik secara umum kepada
manusia terlebih lagi yang punya hubungan dengan kita, meskipun bukan hubungan
rahim, seperti kakak istri, adik istri, mertua.
Namun, kita berbuat baik kepada mereka bukan termasuk
(dinamakan) silaturahmi. Tidak dikatakan berbuat baik kepada ipar kita
dinamakan silaturahmi, tidak, tetapi silaturahim dari sisi istri kita (istri
kita yang bersilaturahmi).
Tapi dari kita bukan silaturahmi tetapi kita dikatakan
berbuat baik kepada orang yang dekat dengan kita.
Kalau kita berbuat baik kepada mertua maka secara
zatnya tidak dikatakan silaturahmi, tetapi mudah-mudahan kita mendapat pahala
silaturahmi karena kita membantu istri kita untuk bersilaturahmi dengan ayah
dan ibunya.
Kita sendiri terhadap mertua atau ipar tidak dikatakan
silaturahmi karena asalnya bukan dari rahim atau darah yang sama.
- Kedua:
Kemudian, yang berkenaan dengan saudara sepersususan,
Raulullah shallallahu 'alayhi wa sallam bersabda:
يَحْرُمُ
مِنْ الرَّضَاعَ مَا يَحْرُمُ مِنْ النَّسَبِ
“Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari
nasab.”
(HR Bukhari dan Muslim)
Yang Rasulullah
shallallahu 'alayhi wa sallam maksudkan dalam hadits ini adalah yang berkaitan
dengan pernikahan, yaitu yang menjadi mahram karena nasab (hubungan darah).
Demikian juga sepersusuan juga bisa menjadikan
kemahraman.
Akan tetapi Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam
TIDAK mengatakan,
يَجِبُ
مِنَ الرَّضَاعَ مَا يَجِبُ مِنَ النَّسَبِ
"Yang wajib berlaku pada nasab juga berlaku pada
sepersusuan."
Seandainya Nabi shallallahu 'alayhi wa sallam berkata
demikian, berarti kita wajib juga bersilaturahmi kepada saudara sepersusuan,
akan tetapi Rasulullah shallallahu 'alayhi wa sallam tidak mengatakan demikian.
Maka ini juga kembali kepada hukum umum yaitu kita
berusaha berbuat baik kepada seluruh manusia, terlebih lagi kepada orang-orang
yang mempunyai hubungan sepersususan dengan kita.
Namun dia bukan termasuk dari ayat-ayat dan
hadits-hadits yang memerintahkan kita untuk menyambung silaturahim, karena tadi
asalnya rahim adalah satu rahim.
Oleh karenanya yang dimaksud dengan Silaturahmi adalah
Menyambung Hubungan karena Nasab atau Darah.
Insya Allah akan kita jelaskan lebih lanjut pada
halaqah berikutnya.
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Dr. Firanda Andirja, M.A.
Sumber: Group WA-NDI Dirosah Islamiyah.
No comments:
Post a Comment