“Pengagungan
Terhadap Ilmu”
السلام عليكم ورحمة
اللّه وبركاته
Pengagungan Terhadap
Ilmu
Telah berkata Syaikh Dr. Shalih bin
Abdillah bin Hamd Al- ‘Ushoimiy hafizhahullah di dalam Muqaddimah
kitab “Khulashah Ta’zhimil
‘Ilmi” bahwa “banyak sedikitnya ilmu seseorang adalah sesuai
dengan pengagungan dia terhadap ilmu itu sendiri. Barang siapa yang hatinya
penuh dengan pengagung an terhadap ilmu maka hati tersebut pantas menjadi
tempat bagi ilmu tersebut, sebaliknya barang siapa yang berkurang peng- agungannya
terhadap ilmu maka akan semakin berkurang bagiannya”.
Kemudian, beliau menyebutkan
20 perkara yang merupakan bentuk Pengagungan terhadap
ilmu:
1- Membersihkan
tempat ilmu (yaitu hati).
Diantara bentuk pengagungan terhadap ilmu adalah membersih kan tempat
ilmu. Apabila hati kita bersih, maka ilmu akan berkenan masuk, dan semakin
bersih maka semakin mudah menerima ilmu tersebut. Dan hal yang mengotori hati
dan menjadikan ilmu sulit masuk adalah kotoran syahwat dan kotoran syubhaat.
2- Mengikhlaskan Niat.
Diantara bentuk pengagungan terhadap ilmu adalah mengikhlaskan niat karena
Allah didalam menuntutnya.
Sesuai dengan keikhlasan seseorang dia akan mendapatkan ilmu dan niat
yang ikhlas didalam mencari ilmu adalah apabila niatnya:
1) Mengangkat kebodohan dari diri sendiri.
2) Mengangkat kebodohan dari orang lain.
3) Menghidupkan ilmu dan menjaganya supaya tidak punah.
4) Mengamalkan ilmu.
3- Mengumpulkan tekad untuk
menuntutnya, meminta petolongan kepada Allah, dan tidak
merasa lemah.
Sebagaimana dalam hadits:
حرص على ما ينفعك
واستعن بالله ولا تعجز
“Hendaklah engkau semangat melakukan apa yang bermanfaat untuk dirimu
dan memohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah engkau merasa lemah”. (HR. Muslim)
Dahulu Imam Ahmad bin Hambal terkadang ingin
keluar dari rumahnya untuk menghadiri majelis ilmu gurunya sebelum datang waktu
subuh dan sebagian mereka membaca shahih al-bukhari kepada gurunya dalam tiga
majelis atau tiga pertemuan.
Ini semua menunjukkan bagaimana semangat dan tekad para pendahulu kita
didalam menuntut ilmu.
4 - Memusatkan semangat
untuk mempelajari Al-Qur’an dan Al-Hadits, karena inilah asal dari ilmu itu
sendiri.
5 - Menempuh jalan yang
benar dalam menuntut ilmu agama.
Orang yang salah cara dalam
menuntut ilmu maka dia tidak akan mendapatkan keinginannya, atau mendapatkan
sedikit disertai rasa lelah yang sangat. Dan cara yang benar didalam mempelajari
satu cabang ilmu: Menghafal sebuah matan kitab yang menyeluruh dan dia
mengumpulkan perkara-perkara yang raajih atau yang dikuatkan menurut para ulama
dibidang tersebut. Mempelajari ilmu tersebut dari seorang yang ahli yang bisa
dijadikan teladan dan dia mampu mengajar.
6 - Mendahulukan ilmu yang
paling penting kemudian yang setelahnya dan setelahnya.
Dan ilmu yang paling penting
adalah ilmu yang berkaitan dengan ibadah seseorang kepada Allah. Yang berkaitan
dengan ‘ubudiyah seseorang kepada Allah ‘azza wajalla, seperti: ilmu
‘aqidah, tata cara wudhu, tata cara shalat dan lain-lain.
7 - Bersegera untuk
mendapatkan ilmu dan memanfaatkan waktu muda.
Karena waktu muda adalah waktu yang emas untuk mempelajari ilmu agama.
Berkata Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah:
Berkata Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah:
العلم في الصغر
كالنَقْش في الحجر
Artinya: “Menuntut ilmu diwaktu kecil seperti mengukir di batu”.
Adapun apabila sudah tua maka
kebanyakan manusia akan memiliki banyak kesibukan, pikiran dan memiliki banyak
koneksi. Kalau dia bisa mengatasi itu semua maka insyaallah dia mendapat
kan ilmu. Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu
mempelajari agama dan mereka sudah berumur.
8 - Pelan-pelan didalam menuntut ilmu,
Karena menuntut ilmu tidak bisa dilakukan serta merta sekali jalan, tetapi diambil ilmu secara pelan-pelan dengan memulai kitab-kitab yang ringkas, menghafal dan memahami maknanya dan jangan kita memulai menuntut ilmu dengan membaca kitab-kitab yang panjang.
Karena menuntut ilmu tidak bisa dilakukan serta merta sekali jalan, tetapi diambil ilmu secara pelan-pelan dengan memulai kitab-kitab yang ringkas, menghafal dan memahami maknanya dan jangan kita memulai menuntut ilmu dengan membaca kitab-kitab yang panjang.
9.
Sabar dalam menuntut ilmu dan menyampaikan ilmu.
Menghafal membutuhkan
kesabaran,
memahami membutuhkan
kesabaran,
menghadiri majelis ilmu
membutuhkan kesabaran, demikian pula menjaga haq seorang guru membutuhkan
kesabaran.
Berkata Yahya ibnu
Abi Katsiirin:
لا يُسْتَطَاعُ
العلمَ بِرَاحَةِ الجِسْم
“Tidak didapatkan ilmu dengan badan yang berleha-leha.”
Demikian pula:
menyampaikan dan mengajarkan
perlu kesabaran,
duduk bersama para penuntut
ilmu perlu kesabaran,
memahamkan mereka perlu
kesabaran, demikian pula
menghadapi kesalahan-kesalahan
mereka perlu kesabaran.
10. Memperhatikan adab-adab
ilmu.
Ilmu yang bermanfaat
didapatkan diantaranya dengan memperhatikan adab. Dan adab disini mencakup
- adab terhadap diri
didalam pelajaran,
- adab terhadap guru dan teman dan lain-lain.
Orang yang beradab didalam ilmu berarti dia mengagungkan ilmu, maka dia
dipandang sebagai seorang yang berhaq untuk mendapatkan ilmu tersebut.
Adapun orang yang tidak beradab maka dikhawatirkan ilmu akan sia-sia
bila disampaikan kepadanya.
Berkata Ibnu Siirin:
كانوا يتعلمون
الهَدْيَ كما يتعلمون العلم
“Dahulu mereka mempelajari adab sebagaimana mereka mempelajari ilmu.”
Bahkan sebagian salaf
mendahulukan mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu dan banyak diantara penuntut
ilmu yang tidak mendapatkan ilmu karena dia menyia-nyiakan adab.
11. Menjaga ilmu dari apa yang
menjelekkannya.
Hendaknya seorang penuntut
ilmu menjaga wibawanya, karena apabila dia melakukan sesuatu yang merusak
wibawanya sebagai seorang penuntut ilmu berarti dia telah merendahkan ilmu. Seperti:
- terlalu banyak menoleh
dijalan,
- berteman akrab dengan orang-orang faasik dan lain-lain.
12. Memilih teman yang
shaalih.
Seorang penuntut ilmu perlu
teman yang membantu untuk mendapatkan ilmu dan bersungguh-sungguh. Teman yang
tidak baik akan memberi pengaruh yang tidak baik. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
الرجل على دين خليله
فلينظر أحدكم من يخالل ”
“Seseorang berada diatas agama teman akrabnya, maka hendaklah salah
seorang diantara kalian melihat dengan siapa dia berteman akrab.”
(Hadits hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud, dan At-Tirmizi)
13. Berusaha keras dalam
menghafal ilmu, bermudzakarah dan bertanya.
Belajar dari seorang guru tidak banyak manfa’atnya jika tidak
menghafal, bermudzakarah dan bertanya. Menghafal berkaitan dengan diri sendiri,
bermudzakarah adalah mengulang kembali bersama teman, dan bertanya maksudnya
adalah bertanya kepada sang guru.
Berkata Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah :
حفظنا قليلا وقرأنا
كثيرا فانتفعنا بما حفظنا أكثر من انتفاعنا بما قرأنا ”
“Kami menghafal sedikit dan membaca banyak, maka kami mengambil
manfa’at dari yang kami hafal lebih banyak daripada apa yang kami baca.”
Dan dengan mudzakarah akan hidup ilmu di dalam jiwa dan dengan bertanya
akan terbuka pembendaharaan ilmu.
14. Menghormati ahli ilmu.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
ليس من أمتي من لم
يجلّ كبيرنا ويرحم صغيرنا ويعرف لعالمنا حقه ”
“Bukan termasuk ummat ku
orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda dan
mengetahui haq bagi seorang ‘aalim.”
(Hadits hasan, diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam musnad beliau)
Maka seorang murid harus:
-Memiliki rasa tawaadhu’
kepada gurunya,
-Menghadap beliau dan tidak
menoleh,
-Menjaga adab berbicara,
-Tidak berlebih-lebihan
didalam memuji beliau,
-Mendo’akan beliau,
-Mengucapkan terima kasih
kepada beliau atas pengajaran beliau,
-Menampakkan rasa butuhnya
terhadap ilmu beliau,
-Tidak menyakiti beliau
dengan ucapan dan perbuatan, serta
berlemah lembut ketika
mengingatkan kesalahan beliau.
Disana ada 6 perkara yang
harus dia jaga apabila melihat kesalahan seorang guru:
1.Meneliti terlebih dahulu
apakah benar kesalahan tersebut keluar dari seorang guru.
2.Meneliti apakah itu memang
sebuah kesalahan (dan ini tugas ahlul ‘ilmi).
3.Tidak boleh mengikuti
kesalahan tersebut.
4.Memberikan ‘udzur kepada
sang guru dengan alasan yang benar.
5.Memberikan nasehat dengan
lembut dan rahasia.
6.Menjaga kehormatan seorang guru dihadapan kaum muslimin yang lain.
6.Menjaga kehormatan seorang guru dihadapan kaum muslimin yang lain.
15 - Mengembalikan sebuah
permasalahan kepada ahlinya.
Orang yang mengagungkan ilmu
mengembalikan sebuah permasalahan kepada ahli ilmu dan tidak memaksakan dirinya
atas sesuatu yang dia tidak mampu, karena dikhawatirkan takut berbicara tanpa
ilmu khususnya peristiwa-peristiwa yang besar yang terjadi yang berkaitan
dengan urusan ummat dan orang banyak. Mereka para ulama memiliki ilmu dan
pengalaman, maka hendaklah kita husnudzan kepada mereka. Dan apabila ulama
berselisih, maka lebih hati-hatinya seseorang mengambil ucapan mayoritas
mereka.
16 - Menghormati Majelis
ilmu dan Kitab.
- Hendaklah beradab ketika
bermajelis,
- Melihat kepada gurunya dan
tidak menoleh tanpa keperluan,
- Ttidak banyak bergerak dan
memainkan tangan dan kakinya,
tidak bersandar dihadapan
seorang guru, tidak bersandar dengan tangannya,
-Tidak berbicara dengan orang
yang ada di sampingnya, dan
apabila bersin berusaha untuk
merendahkan suaranya,
-Apabila menguap berusaha
untuk meredamnya atau menutup dengan mulutnya.
Dan hendaknya juga:
-Menjaga kitab dan
memuliakanya,
-Tidak menjadikan kitab
sebagai tempat simpanan barang-barang,
-Tidak bersandar di atas
kitab,
-Tidak meletakkan kitab di
kakinya, dan apabila dia membaca kitab dihadapan seorang guru hendaklah dia
mengangkat kitab tersebut, dan tidak meletakkan kitab tersebut di tanah.
17 - Membela ilmu dan membelanya.
Ilmu memiliki kehormatan yang
mengharuskan penuntutnya dan ahlinya untuk membela dan menolongnya bila ada
yang ber usaha merusaknya. Oleh karena itu
para ulama membantah orang yang menyimpang bila jelas penyimpangannya dari
syari’at, siapapun dia. Yang
demikian untuk menjaga agama dan menasehati kaum muslimin. Mereka memboikot
seorang mubtadi’ yaitu orang yang membuat bid’ah dalam agama, tidak mengambil
ilmu dari mereka kecuali dalam keadaan terpaksa, dan lain-lain. Semuanya
dilakukan untuk menjaga ilmu dan membelanya.
18 - Berhati-hati dalam
bertanya kepada para ulama.
Seorang penuntut ilmu hendaknya
memperhatikan 4 perkara didalam bertanya:
- Bertanya untuk belajar,
bukan ingin mengeyel. Karena orang yang niatnya tidak baik didalam bertanya
akan dijauhkan dari berkah ilmu itu sendiri.
-Bertanya tentang sesuatu
yang bermanfa’at.
-Melihat keadaan gurunya,
tidak bertanya kepada sang guru apabila guru dalam keadaan tidak kondusif untuk
menjawab pertanyaan.
-Memperbaiki cara bertanya,
seperti menggunakan kata-kata yang baik, mendo’akan untuk sang guru sebelum
bertanya, menggunakan panggilan penghormatan, dan lain-lain.
19 - Cinta yang sangat kepada ilmu.
Tidak mungkin seseorang
mencapai derajat ilmu, kecuali apabila kelezatan dia yang paling besar ada di
dalam ilmu.
Dan kelezatan ilmu bisa didapatkan dengan 3 perkara:
-Mengeluarkan segenap tenaganya
dan kesungguhannya untuk belajar.
-Kejujuran didalam
belajar.
-Keikhlasan niat.
20 - Menjaga waktu didalam ilmu.
Seorang penuntut ilmu tidak
menyia-nyiakan waktunya sedikit pun, menggunakan waktu untuk ibadah, dan
mendahulu kan yang afdhal diantara amalan-amalan. Sebagian salaf dahulu ada
yang muridnya membaca kitab kepada beliau sedangkan beliau dalam keadaan makan,
yang demikian adalah untuk menjaga waktunya jangan sampai tersia-sia dari
menuntut ilmu.
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
‘Abdullah Roy
Di kota Pandeglang.
Sumber: - Group WA-HSI 'Abdullah Roy.
- Article doadankajianislamiblog.wordpress.com.
- audio by Souncloud.
No comments:
Post a Comment